Sejarah Alat Musik Karinding dan Perkembangannya.
Pada mulanya karinding adalah merupakan sebuah alat yang digunakan
untuk mengusir hama tanaman karena karakter bunyi yang dikeluarkan
terdengar mendengung dengan nada low decibel. Diperkirakan telah ada
sejak beberapa abad yang lalu. Beberapa pengamat sejarah Sunda
berpendapat bahwa alat musik ini berasal dari kebudayaan pada zaman
kerajaan Pajajaran. Selain digunakan untuk mengusir hama, alat musik ini
pun dipakai sebagai musik pengiring pada beberapa ritual adat
masyarakat.
Karinding terbagi menjadi tiga bagian yaitu pada ruas pertama di ujung
sebelah kanan yang menjadi tempat untuk mengetuk karinding sehingga
menimbulkan resonansi pada ruas tengah. Kemudian, di ruas tengah
terdapat bagian guratan bambu yang dipotong tipis sehingga bergetar
saat karinding diketuk dengan jari. Bagian ujung paling kiri berfungsi
sebagai pegangan.
Cara memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas
tengah karinding di depan mulut yang agak terbuka, kemudian pada ujung
ruas paling kanan karinding diketuk dengan satu jari hingga karinding
pun bergetar secara beraturan yang kemudian diresonansi oleh mulut si
pemain. Suara yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas,
dan lidah. Secara konvensional—menurut penuturan Abah Olot, nada atau
pirigan dalam memainkan karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret,
gogondangan, rereogan, dan iring-iringan.
Pamor Karinding beberapa tahun belakangan tidak terlepas dari peran
komunitas metal scene Bandung seperti komunitas Ujungberung Rebel yang
mana beberapa personil dari band beraliran cadas berinisiatif membentuk
sebuah grup musik tradisi bernama Karinding Attack pada tahun 2009
dengan memainkan alat-alat kesenian sunda buhun yang salah satunya
adalah karinding. Beberapa event musik lokal bagi band cadas seperti
"Bandung Berisik" kerap memberikan ruang bagi kesenian tradisi ini
untuk berkolaborasi dengan beberapa band dalam rangka turut melestarikan
seni budaya daerah.
0 komentar:
Posting Komentar